Mekanisme penanganan keluhan yang inklusif (inclusive grievance redress mechanism) berfungsi untuk memastikan agar keluhan yang disampaikan oleh masyarakat dapat diproses oleh pihak yang berwenang dan terekam di dalam database laporan keluhan sehingga dapat diketahui perkembangan proses penanganannya.

Semua keluhan yang datang dari berbagai saluran resmi akan dipilah oleh PIC Penanganan Keluhan yang Inklusif, untuk kemudian diproses dengan mencatat keluhan pada database Keluhan PCSP. Setelah pencatatan, berbagai keluhan tersebut akan diteruskan ke berbagai pihak terkait sesuai dengan kategori keluhannya.

Berikut alur mekanisme penanganan keluhan yang inklusif di PCSP:

  • Setelah menerima keluhan dan mencatat pada database, PIC akan menyampaikan kepada yang membuat komplain bahwa permasalahan akan diselesaikan dalam 10 hari kerja, kecuali untuk keluhan yang bersifat darurat. Proses ini dilakukan dalam 1x24 jam setelah keluhan diterima.
  • PIC akan memberikan review dan mengkategorikan keluhan menjadi tiga bagian: isu sensitif, konstruksi, dan lain-lain (tidak terkait PCSP), dan meneruskan ke pihak terkait.
  • Untuk keluhan yang bersifat spesifik seperti isu sensitif, keluhan ini akan diteruskan ke institusi terkait seperti Dinas PPPA atau Women Crisis Center di Kota Palembang. Isu sensitif akan disebut dalam nomor referensi tanpa menyebutkan detail nama korban/penyintas/pelapor/terlapor.
  • PIC akan melakukan tindak lanjut dalam 10 hari kerja.
  • Semua keluhan yang tidak dapat diselesaikan dalam 10 hari kerja akan diteruskan/dieskalasikan ke Tim Teknis PCSP.
  • Tim teknis PCSP akan menerima keluhan dan pemproses penyelesaian dalam 30 hari kerja.

Komitmen dalam menerima keluhan.

Pelaksana proyek PCSP berkomitmen dalam mendengarkan keluhan dari semua pihak tanpa terkecuali, sehingga masyarakat yang mengutarakan keluhan akan dapat menyampaikan dengan rasa aman dan tanpa takut akan retalisasi atau tindakan balasan. Dalam menerima keluhan, terdapat beberapa hal yang wajib diperhatikan:

  • Bersikap jujur, adil, konsisten, dan transparan
  • Menggunakan pendekatan yang berpihak pada korban/penyintas
  • Memperlakukan orang yang mengutarakan keluhan dengan hormat dan kesantunan, juga menempatkan kebutuhan mereka pada prioritas utama
  • PIC penerima keluhan merespon dalam waktu 1x24 jam pada hari kerja dan wajib menjelaskan proses kerja penanganan keluhan dengan baik
  • Memperlakukan orang yang mengutarakan keluhan secara adil dan tidak membeda-bedakan
  • Mendukung siapapun yang mengutarakan keluhan, meskipun pada akhirnya tidak terbukti benar
  • Selalu menaati prosedur keluhan yang ditetapkan, serta mengambil keputusan untuk menyelesaikan keluhan
  • Selalu menginformasikan kepada yang mengutarakan keluhan tentang proses/kemajuan mengenai penanganan keluhan mereka
  • Menyelesaikan komplain secara cepat, 10 hari kerja melalui PIC atau total 30 hari kerja apabila keluhan dieskalasikan kepada tim teknis PCSP
  • Tidak membuat masyarakat yang mengutarakan keluhan menjadi terancam fisik dan mentalnya

Melindungi penyampai keluhan (whistleblower) dari ancaman yang merugikan seperti kehilangan pekerjaan, ancaman fisik, ancaman mental, ataupun diskriminasi saat mereka mengutarakan keluhan atau ketidaksesuaian pekerjaan proyek. Ancaman terhadap whistleblower merupakan tindak kejahatan serius yang akan dapat membuat pelakunya mendapatkan sanksi disipliner maupun pemecatan.

Pendekatan berpihak kepada korban/ penyintas

Pendekatan ini menjamin korban/penyintas mendapatkan jaminan atas terpenuhinya hak, kebutuhan, dan harapan, sembari memastikan prosedur penanganan keluhan tetap berjalan dengan adil. Dalam hal ini, beberapa prinsip yang perlu dipenuhi adalah:

  • Korban/penyintas diperlakukan dengan martabat dan kehormatan
  • Melibatkan korban/penyintas dalam pengambilan keputusan
  • Menyediakan korban/penyintas dengan informasi yang komprehensif
  • Melindungi kerahasiaan diri dan informasi dari korban/penyintas
  • Tidak melakukan diskriminasi berdasarkan gender, ras, kemampuan fisik/mental, seksualitas, dan karakteristik lain
  • Menyediakan konseling dan layanan kesehatan untuk mendampingi korban/penyintas agar pulih.

Berbagai pelatihan yang dilaksanakan

PERINTIS mengelompokkan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakannya ke dalam tiga pilar. Pilar pertama terkait dengan Sosialisasi Inklusif. Pilar kedua terkait Praktik Konstruksi Inklusif dan Perlindungan. Adapun Pilar ketiga terkait dengan Pengembangan Komunitas Inklusif. 

Pelatihan-pelatihan di Pilar 2 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan kontraktor dan pelaksana pembangunan untuk konstruksi yang inklusif dan aman. Pelatihan di Pilar dua ini menyasar Kontraktor/Pelaksana Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (SPALD-T) melalui jaringan perpipaan. Dua jenis pelatihan yang dilaksanakan adalah Pelatihan Dasar dan Pelatihan Lanjutan.

Dalam pelatihan dasar, peserta pelatihan akan mengikuti atau mendapat pemahaman tentang sanitasi dasar, latar belakang pembangunan SPALD-T, pemahaman tentang alat bantu/unit demo percontohan, dan pemahaman bahwa konstruksi harus aman.

Pelatihan lanjutan mencakup keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan Pembangunan Sambungan Rumah yang Aman seperti Petukangan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Pelatihan Pertukangan dan Perlindungan (Safeguards) diikuti oleh masyarakat yang memiliki minat untuk menjadi tukang, kenek tukang atau tukang di wilayah PCSP, dan kontraktor terpilih untuk mengerjakan Sambungan Rumah dan jaringan perpipaan air limbah. Sedangkan pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) diikuti oleh pemuda/i yang belum bekerja yang memiliki minat bekerja di sektor sanitasi dan konstruksi.

Untuk memastikan bahwa pembangunan sambungan rumah dan jaringan perpipaan aman dan saluran pengaduan masyarakat dapat diakses, Tim Sosialisasi perlu mendapat Pelatihan Mekanisme Penanganan Keluhan Masyarakat agar kemudian dapat menyampaikan mekanisme ini kepada masyarakat.

Adapun Pelatihan Pertolongan Pertama dan Penanganan Kebakaran disampaikan kepada masyarakat agar mereka memiliki kemampuan dalam menangani kecelakaan kerja saat pembangunan sambungan rumah terjadi di lingkungan mereka tinggal.

Contoh nama pelatihan yang telah diberikan oleh PERINTIS ke kontraktor dan calon kontraktor sebagai berikut:

  Pelatihan Dasar

  Pelatihan Lanjutan